Jumat, 04 November 2016

ARSITEKTUR KOMPUTER & STRUKTUR KOGNITIF MANUSIA

A.    Pengertian Arsitektur Komputer
Arsitektur Komputer dapat didefinisikan sebagai gaya konstruksi dan organisasi dari komponen-komponen sistem komputer. Walaupun elemen-elemen dasar komputer pada hakekatnya sama atau hampir semuanya komputer digital, namun terdapat variasi dalam konstruksinya yang merefleksikan cara penggunaan komputer yang berbeda. Arsitektur Komputer juga dapat diartikan sebagai ilmu dan sekaligus seni mengenai cara interkoneksi komponen-komponen perangkat keras untuk dapat menciptakan sebuah komputer yang memenuhi kebutuhan fungsional, kinerja, dan target biayanya.
B.     Struktur Kognisi Manusia
Menurut Suharnan (2005) aktivitas kognisi manusia dimulai dari pencatatan informasi (sensory register), transformasi informasi (encoding), penyimpanan informasi dalam gudang ingatan, kemudian penggalian informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval) untuk dimunculkan kembali dalam rangka memberi respons terhadap suatu tugas. Proses kognitif ini saling berkaitan antara komponen satu dengan yang lainnya, dan tidak berjalan sendiri-sendiri.
Pada setiap tahap perkembangan kita memiliki sistem pikiran tertentu atau skema untuk menyusun pikiran dan tingkah laku untuk beradaptasi dengan lingkungan. Kemampuan atau disposisi ini adalah apa yanag Piaget sebut “Struktur Psikologis” seseorang. Struktur didasarkan pada kecenderungan kita yang dibawa sejak lahir untuk menyusun realitas menjadi sebuah kegiatan yang dapat diatur. Struktur psikologis yang kita bawa sejak lahir mrnyrbablan bentuk tingkah laku kita yang umum, dan bagi Piaget pengetahuan adalah manifestasi tingkah laku struktur batiniah yang dibawa untuk berinteraksi dengan realitas.
Pada saat struktur psikologis seseorang menyebabkan dan membentuk interaksi antara manusia dan realitas, ada dua aspek interaksi yang saling melengkapi: asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses yang denganya realitas diubah ketika datanya dimasukkan kedalam struktur psikologis masa kini. Akomodasi adalah kegiatan yang dengannya struktur seseorang itu sendiri diubah sebagai respons terhadap stimulus dari data yang baru masuk.

C.    Kaitan Antara Struktur Kognisi Manusia dan Arsitektur Komputer
Seperti  yang dijelaskan sebelumnya bahwa kognisi manusia merupakan memunculkan kembali data atau informasi yang telah diterima untuk merespon suatu pesan atau stimulus yang ada, disisi lain dijelaskan juga bahwa arsitektur komputer dapat berfungsi untuk menyambungkan beberapa komponen-komponen perangkat keras untuk dapat menciptakan sebuah komputer yang memenuhi kebutuhan fungsional. Jadi dapat diambil kesimpulan hubungan antara ktruktur kognisi manusia dan arsitektur computer yaitu sama sama memproses data/ informasi (menyambungkan cara kerja otak dan indera) untuk merespon suatu stimulus, begitu pula hal nya dengan arsitektur computer dimana ia menyambungkan komponen-komponen untuk untuk dapat menciptakan sebuah komputer yang memenuhi kebutuhan fungsional.

D.    Kelebihan dan Kelemahan Arsitektur Komputer dibandingkan Struktur Kognisi Manusia
v  Kelebihan dan kekurangan dari arsitekrut komputer, yaitu :
·         Kelebihan:
1.      Memiliki processor yang berjumlah lebih dari satu
2.      Bisa digunakan oleh banyak pengguna (multi user)
3.      Dapat membuka beberapa aplikasi dalam waktu bersamaan
4.      Kecepatan kerja processornya hingga 1GOPS (Giga Operations Per Second)
·         Kekurangan:
1.      Karena ukurannya yang besar, maka diperlukan ruangan yang besar untuk menyimpannya
2.      Harganya sangat mahal
3.      Interface dengan pengguna masih menggunakan teks
4.      Membutuhkan daya listrik yang sangat besar

v  Kelebihan dan kekurangan dari struktur kognisi, yaitu :
·         Kelebihan :
1.      Struktur kognisi lebih sistematis sehingga memiliki arah dan tujuan yang jelas
2.      Banyak memberi motivasi agar terjadi proses belajar
3.      Mengoptimalisasikan kerja otak secara maksimal
·         Kekurangan :
1.      Membutuhkan waktu yang cukup lama
2. Terkadang sulit mengaplikasikannya dikehidupan sehari-hari, karena tergantung individu masing-masing dalam mengoptimalkan cara berpikir mereka
E.     Contoh Kasus
Seorang ilmuwan ingin meneliti sesuatu hal yang dia anggap menarik untuk diteliti, akan tetapi dalam meneliti suatu fenomena, ia tahu bahwa hanya mengandalkan otaknya saja tidak cukup, ia membutuhkan adanya suatu arsitektur komputer untuk menambah atau mencari informasiyang lebih dalam mengenai fenomena yang ingin ia teliti.




Sumber :
http://winarti.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/43964/Arsitektur+Komputer.pdf
Chairani. Z. (2016). Metakognisi siswa dalam pemecahan masalah matematika. Yogyakarta :    Deepublish.
Grooome. T. H. (2010). Christian religious education – pendidikan agama Kristen. Jakarta: Gunung Mulia



PENGANTAR SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI

A.    Pengertian Sistem Informasi
Informasi
1)    Menurut Kenneth C. Laudon informasi adalah data yang sudah dibentuk dalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk manusia.
2)    Menurut Anton M. Moeliono informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar atau berita, informasi juga merupakan keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan dasar kajian analisis atau kesimpulan.
3)     Robert G. Murdick mengatakan bahwa informasi terdiri atas data yang telah didapatkan, diolah/diproses, atau sebaliknya yang digunakan untuk tujuan penjelasan/penerangan, uraian atau sebagai sebuah dasar untuk pembuatan ramalan atau pembuatan keputusan.

Sistem
1)   Sistem, merupakan hubungan satu unit dengan unit-unit lainnya yang saling berhbungan satu sama lainnya dan yang tidak dapat dipisahkan serta munuju suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Apabila satu unit terganggu, unit lainnya pun akan terganggu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
2)   James A. Obrien mengemukakan sistem sebagai sekelompok unsur yang saling bekerja sama untuk menuju pada tujuan bersama dengan menerima masukan dan menghasilkan keluaran dalam sebuah proses perubahan yang dikoordinasi.
Menurut pengertian informasi dan sistem dari beberapa para ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi merupakan sebuah sistem atau unsur yang terdiri atas rangkaian subsistem informasi terhadap pengolahan data untuk menghasilkan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan mencapai suatu tujuan tertentu”

B.     Pengertian Sistem Informasi Psikologi
Sebelumnya sudah dijelaskan tentang pengertian sistem informasi, yaitu sebuah sistem atau unsur yang terdiri atas rangkaian subsistem informasi terhadap pengolahan data untuk menghasilkan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan dan mencapai suatu tujuan tertentu. Dalam hal pengambilan keputusan tersebut dapat kita anggap manusia sebagai pembuat keputusan. Psikolog mempelajari sistem informasi bertujuan untuk mendapatkan pemahaman bagaimana manusia sebagai pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi formal.
            Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem informasi psikologi merupakan bagaimana cara manusia mengambil keputusan dalam sebuah sistem informasi yang sudah dijelaskan sebelumnya.

C.    Contoh Kasus
Pada era jaman modern seperti saat ini telah banyak teknologi canggih yang tercipta salah satunya adalah media sosial. Pada jaman ini banyak dari penduduk Indonesia menggunakan media sosial untuk saling berkomunikasi antara lain, tetapi akhir-akhir ini media sosial tidak hanya dijadikan alat untuk komunikasi saja melainkan untuk bisnis bahkan sampai ajang pencarian pasangan juga ada di sosial media dan lain sebagainya. Itu adalah beberapa kegunaan atau keuntungan adanya sosial media secara positif, namun ada juga yang menyalahgunakan sosial media sebagai kejahatan seperti penipuan, penculikan, cyberseks dan lain sebagainya. Sosial media ini dioperasikan oleh sistem informasi akan tetapi dari sisi psikologi itu seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, kembali lagi pada manusianya sebagai pengambil keputusan untuk suatu tujuan tertentu. Jadi akan jauh lebih baik jika pengguna sosial media memiliki tingkat kesadaran yang tinggi untuk membuat keputusan atas apa yang akan dilakukan dalam penggunaan media sosial.



Sumber:
Kusrini., dan Koniyo. A. (2007). Tuntutan praktis membangun sistem informasi akuntansi dengan         visual basic dan microsoft sql server. Yogyakarta: CV. Andi.
Gaol. C. J. L. (2008). Sistem informasi manajemen. Jakarta: Grasindo.

Jumat, 17 Juni 2016

Contoh Terapi Bermain

Contoh menggunakan terapi bermain dalam kasus anak yang tidak mau sekolah 

Kita dengan anak itu sangat asing, sehingga anak akan merasa canggung kepada kita. Maka kita bisa mengajak anak itu dengan berkata "Mari Bermain" dan kita mengajak dia bermaian. Dengan permainan itu, anak akan merasa nyaman dengan kita dan kita juga harus ramah kepada anak itu. Kita bisa menggunakan permainan binatang-binatang kecil yang terbuat dari plastik dan kita tanya-tanya dia "Kenapa tidak mau sekolah?". Mungkin dia tidak bisa menjawab. Maka saya akan katakan "Pilihlah binatang yang kamu sukai, yang paling menyerupai dirimu yang mana? Yang paling menyerupai gurumu yang mana?" Dia memilih sendiri, bukan menyerupai mukanya tapi karakternya. Dan saya ingat anak itu memilih kingkong. Dan kemudian kita tanya-tanya kepada anak itu "Mengapa kamu memilih binatang itu?" maka si anak akan lebih mudah untuk menjelaskan kepada kita. Jadi dengan permainan sepertinya kita mengalihkan perhatian dia. Dan setelah saya mengetahui permasalahan anak lewat permainan itu, kemudian saya memberitahu kepada orang tua apa yang sedang terjadi kepada anaknya.

Bentuk-bentuk dari terapi bermain ini bermacam-macam dan sederhana sekali, juga tidak memerlukan biaya yang mahal namun memerlukan kreativitas. Tapi kita bukan menggunakan video games sebagai permainan tapi menggunakan alat-alat yang nantinya akan menghasilkan sesuatu. Dan dari hasil itu, kita tidak melihat nilai seninya namun kita melihat hasil dari apa yang dibuatnya dan biasanya hasil itu menunjukkan dirinya atau perasaannya.

Alat-alat permainan yang biasa digunakan antara lain boneka ("puppet"), menggambar, binatang-binatang kecil dari plastik, pedang-pedangan dari plastik, kartu forty-one, pasir, malam atau pledo, dan lain-lain. Dalam melakukan terapi bermain ini kita membutuhkan waktu + 30 menit

Tugas IV : Terapi Kelompok "Bermain"

TERAPI BERMAIN


Terapi bermain digunakan sebagai psikoterapi untuk membantu mereka yang mengalami masalah trauma, keresahan dan masalah mental. Terapi bermain adalah suatu cara kanak-kanak meluahkan perasaan mereka dan mencari mekanisme yang dapat membantunya. Terapi bermain dapat membantu anak-anak belajar berkognisi dan mewujudkan interaksi antara satu sama lain. jika terapi ini dijalankan dengan cara yang sistematik, ia dapat membantu anak-anak menerka perasaan mereka, persekitaran dan hubungan mereka dengan lingkungan sosialnya. Terapi bermain memberikan dampak yang besar pada diri anak-anak karena ia memberi peluang pada anak-anak untuk melibatkan diri dalam aktivitas yang tidak memberikan tekanan mental pada mereka. (Razhiyah, K. A., 2008)
Untuk melakukan terapi bermain ini diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dari ahli yang bersangkutan dan tidak boleh dilakukan dengan sembarangan.
Berikut adalah beberapa contoh kasus anak bermasalah yang memerlukan terapi :
·         Anak yang agresif, suka menyerang orang lain. agresivitas muncul  karena gangguan emosionil yang di derita anak. Mungkin anak dilakukan terlalu keras oleh orangtuanya sehingga merasa marah dan memberontak
·         Anak yang mempunyai kebiasaan mencabut rambutnya sampai botak sebagian atau seluruhnya; menggigit kuku sampai luka-luka; menahan buang air besar, mengompol walaupun usianya sudah 3 tahun keatas; cemas atau phobia sekolah yang bisa ditandai dengan munculnya gangguan kebutuhan seperti mual, sakit perut, muntah-muntah menjelang pergi ke sekolah.
·         Anak yang sulit bergaul; kurang percaya diri secara berlebihan sehingga menghambat perkembangannya; anak yang tidak mau berbicara dengan orang lain selain anggota keluarga yang terdekat (selective mutism). (Tedjasaputra, 2008)

Kegunaan Terapi Bermain

Kegiatan-kegiatan bermain bebas menyebabkan anak melepaskan tegangan-tegangan emosi dalam situasi yang dikontrol. Bermain dengan boneka sangat berguna untuk memahami hubungan-hubungan yang dinamik dalam keluarga sebagaimana dialami anak, dan seringkali memungkinkan anak mengungkapkan agresi-agresi yang tidak disadari. Bermain dengan bahan-bahan yang menimbulkan kreasi, seperti tanah liat, sangat berguna dalam diagnosis dan juga dalam melepaskan tegangan yang dialami anak. Bahan-bahan yang membangkitkan kreasi juga digunakan pada orang-orang dewasa. (Seminum, 2006)

Macam-macam Bermain :

Hurlock (dalam Tedjasaputra, 2008) menggolongkan kegiatan bermain menjadi dua macam, yaitu bermain aktif dan bermain pasif, berikut adalah penjelasannya:
1.      Bermain Aktif
Kegiatan bermain aktif adalah kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan kepada anak melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri. Kegiatan bermain juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang melibatkan banyak aktivitas tubuh atau gerakan-gerakan tubuh.
2.      Bermain Pasif
Perasaan senang anak diperoleh dari kegiatan orang lain. anak merasa senang dan terhibur saat melihat permainan. Anak senang melihat anak lain bermain, atau menonton TV. Anak hanya mengeluarkan sedikit energi namun sudah memperoleh perasaan senang sama seperti mengeluarkan banyak energi dalam bermain bola. (Gunarsa,2002)

Para ahli cenderung membagi 5 macam bentuk bermain sesuai perbedaan sumber dan tujuannya (Gunarsa,2002), yaitu:
1.      Exploratory Play
Jenis bermain yang dimotivasikan oleh ketidakpastian mengenai objek dan peristiwa dalam lingkungan.
a.       Pada tingkat bermain praktis, anak mulai bermain menyelidik apabila ada objek baru yang menarik perhatian anak.
b.      Pada tingkat dewasa, perilaku menyelidik timbul apabila ada objek baru atau objek yang kompleks, misalnya puzzle kata-kata silang. Tujuan permainan menyelidik adalah pengetahuan dan informasi. Emosi selama kejadian tersebut merupakan perasaan senang.
2.      Creative Play
Bentuk permainan ini lebih kompleks daripada permainan eksplorasi dan membutuhkan kemampuan simbolisasi serta pengenalan ciri-ciri umum dan fisik dari rangsangan. Tujuan perbuatan atau perilaku ini adalah upaya mendapatkan informasi dan pengetahuan, kemudian dipindahkan ke kesenangan untuk dirinya sendiri.
3.      Beraneka Ragam Permainan
Apabila timbul kebosanan, maka terjadilah permainan, tanpa interaksi khusus dengan lingkungan. Terbentuklah berbagai macam gerakan tanpa tujuan nyata, perubahan beraneka ragam kegiatan. Hal ini terjadi pada setiap umur, mulai dari gerakan menampilkan kegelisahan sampai ke gerakan memutar tombol TV, mengganti saluran TV, dan perilaku bermain lainnya.
4.      Permainan Melawak
Permainan ini dapat merupakan pengulangan-pengulangan, berbentuk dan mempergunakan symbol-simbol. Tujuan permainan ini berada di luar tugas. Tujuannya adalah agar memperoleh keahlian dan kecakapan tertentu.
5.      Cathartic Play

Permainan ini menyalurkan segala daya upaya secara bebas dan melepaskan tekanan-tekanan yang ada pada remaja, misalnya stress. Naik anak kecil, anak sekolah, maupun remaja dapat melepaskan ketegangan melalui bermain, yang biasanya dikenal dengan terminology catharsis. Permainan dapat berbentuk apapun yang mempunyai efek terapeutik dan mengurangi ketegangan.

Macam-macam Pendekatan Terapi Bermain

LaBauve, dkk (dalam Zellawati, 2011) menyebutkan macam-macam model dalam terapi bermain sebagai berikut:
1.      Model Adlerian, Model ini menggunakan dasar teori Psikologi Individual Adler, dengan dasar filosofi yaitu kehidupan sosial perlu untuk dimiliki, perilaku adalah tujuannya, melihat hidup secara subyektif dan hidup adalah sesuatu yang khusus dan kreatif. Model ini digunakan untuk anak dengan kegagalan dalam berinteraksi sosial dan salah dalam mempercayai gaya hidupnya.
2.      Model Terapi Client-Centered, Teori yang mendasari adalah teori Rogers, yang berpandangan bahwa motivasi internal yang dimiliki anak-anak mendorong pertumbuhan dan aktualisasi diri. Terapi bermain dengan pendekatan Client Centered Non Directive (terapi yang berpusat pada anak secara tidak langsung), ini sesuai untuk anak-anak yang mengalami ketidaksesuaian antara kejadian hidup dengan dirinya.
3.      Model Kognitif-Behavioral, Model ini berpandangan bahwa anak memiliki pikiran dan perasaan yang sama seperti orang dewasa yaitu ditentukan melalui bagaimana anak berfikir tentang diri dan dunianya. Model ini digunakan untuk menangani anak dengan kepercayaan irrasional yang membawanya keluar dari perilaku maladaptif.
4.      Model Ekosistemik, Dasar yang digunakan adalah teori dari terapi realitas, yang mempunyai pandangan bahwa berada dalam interaksi terhadap lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan.
5.      Model Eksistensialisme, Memiliki pandangan bahwa anak-anak adalah manusia berguna, unik, ekspresi diri dan pertolongan terhadap diri sendiri mendorong aktualisasi diri. Pendekatan ini menangani anak-anak yang mengalami kesulitan untuk berkembang sesuai dengan keunikannya yang melemahkan pertumbuhandirinya sehingga mengalami penolakan dalam menjalin hubungan dengan teman-temannya.
6.      Model Gestalt, Model Gestalt melihat manusia secara total, dilahirkan dengan fungsi utuh. Pendekatan ini untuk terapi anak yang mengalami kesulitan bertumbuh secara alami, anak yang mencoba untuk memenuhi kebutuhan dengan cara yang tidak biasa, dan memiliki pengalaman luka baik secara fisik maupun psikologis.
7.      Model Jungian, Didasarkan pada teori analitik Jung, yang melihat bahwa psikis terdiri dari ego, ketidaksadaran diri, dan ketidaksadaran kolektif, kekuatan menyembuhkan adalah bawaan. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk membantu anak yang mengalami ketidakseimbangan psikis, ego tidak dapat menjebatani antara dunia luar dan dalam dirinya.
8.      Model Psikoanalitik, Pendekatan ini menggunakan teori psikoanalisa tradisional, yang memiliki dasar filosofi tentang anak yaitu anak memiliki rasa takut, memerlukan rasa aman, berusaha berhubungan dengan tuntutan lingkungan. Pendekatan ini sesuai untuk anak yang mengalami konflik internal, kekawatiran, represi, hambatan perkembangan, dan agresivitas.
Terap bermain mempunyai akar dalam model psikoanalisis tradisional. Pioner-pioner awal seperti Melanie Klein dan Anna Freud menginterpretasikan bermain sebagai simbol dari konflik anak.

Teknik Terapi Bermain

Zellawati menjelaskan teknik terapi bermain sebagai berikut:
1.      Permainan boneka
Boneka memberikan suatu cara yang tidak mengancam untuk anak-anak bermain di luar pikiran dan perasaan mereka. Selama bermain dengan boneka anak-anak melakukan beberapa hal seperti berikut ini :
a.       Mengidentifikasikan diri dengan boneka
b.      Memproyeksikan perasaan sendiri dalam figur permainan
c.       Memindahkan konfliknya dalam figur permainan
Dalam permainan boneka, terapis mendapatkan informasi tentang :
a.       Pandangan pikiran anak
b.      Perasaan anak
c.       Tingkah laku anak
Boneka dalam terapi bermain meliputi ;
a.       Boneka bayi yang berukuran seperti bayi
b.      Boneka yang secara anatomi benar, baik laki-laki maupun perempuan
c.       Keluarga boneka
d.      Binatang dari kain
e.       Boneka manusia dari berbagai ras dan sukubangsa (Jawa, Batak,Papua, America, africa dll)
f.       Perlengkapan boneka seperti rumah, baju, tempat tidur dll
2.      Permainan boneka wayang
Gerakan wayang atau boneka memungkinkan anak menceritakan ceritera-ceritera yang kaya dalam bentuk simbol dan untuk menciptakan fantasi-fantasi mereka. Manfaat permainan boneka wayang :
a.       Melalu gerakan boneka, anak dapat menghadapi pikiran dan perasaan yang sulit untuk mereka akui sebagai diri sendiri.
b.      Dengan menggunakan boneka, anak dapat menciptakan orang lain dan berinteraksi serta mengungkapkan pikiran dan perasaannya sekaligus kemarahannya yang dalam kehidupan nyata tidak bisa dilakukannya.
c.       Anak-anak juga dapat menciptakan tokoh yang tidak bisa diungkapkannya sendiri Permainan dengan boneka dapat merupakan kegiatan kelompok yang menarik dan dapat digunakan dengan kelompok anak-anak yang kebih besar atau kecil, terutama dalam lingkungan sekolah. Dengan bermain boneka dalam kelompok, membuat anak saling menghargai sudut pandang orang lain, dapat memecahkan masalah dan keterampilan sosial.
3.      Bercerita
Secara psikologis membaca atau bercerita merupakan salah satu bentuk bermain yang paling sehat. Kebanyakan anak kecil lebih menyukai cerita tentang orang dan hewan yang dikenalnya. Selain itu karena anak kecil cenderung egosentrik mereka memyukai ceritera yang berpusat pada dirinya. Mula-mula anak-anak suka cerita imajinatif yang khayal kemudian seiring dengan berkembangnya kecerdasan dan pengalaman sekolah anak yang lebih besar menjadi realistik, dan minatnya pun beralih ke cerita petualangan, kekerasan, kemewahan dan cinta serta pendidikan.  Menceritakan cerita memberikan cara yang menyenangkan untuk mengembangkan rapport dan belajar tentang anak. Ketika anak menceritakan cerita mereka, mereka mengkomunikasikan informasi penting tentang diri mereka sendiri dan keluarga mereka sambil belajar mengekspresikan dan menguasai perasaan mereka. Dengan mendengarkan cerita anak, terapis dapat memahami lebih baik pertahanan diri anak, konflik anak, dan dinamika keluarga anak. Dalam menganalisis cerita anak, terapis harus mencari tema yang diulang yang dapat memberikan kunci penting tentang perasaan-perasaan dan perjuangan anak. Terapis harus sangat akrab dan terampil dalam menginterpretasikan komunikasi simbolik secara wajar. Semua ini tergantung pada keterampilan dan pertimbangan terapis.

4.      Bermain
Bermain selama masa kanak-kanak mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan permainan remaja dan orang dewasa. Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Secara bertahap bermain menjadi semakin formal. Dengan berkembangnya kemampuan berpikir anak, anak mulai mengembangkan permaianan dengan aturan. Permainan individu dan kelompok membantu anak belajar bagaimana membagi kelompok dan bermain dengan aturan. Permainan mengajar anak tentang mendisiplin diri, serta belajar untuk menang dan kalah. Permainan yang diterapkan untuk terapi bermain dapat dimainkan sendiri maupun berkelompok.

5.      Bermain pasir

Anak-anak suka bermain pasir. Dengan adanya terapi bermain menggunakan pasir anak-anak diberikan kegembiraan, rileks dan merupakan medium terapeutik. Selama di dalam kamar bermain anak bebas bermain dalam pasir dan banyak menggunakan miniatur yang tersedia seperti yang diinginkan. Selama proses bermain pasir, anak memutuskan apa yang akan dibuat, figur apa yang akan digunakan, dan bagaimana menggunakannya. Anak bebas membuat adegan, membuat pemandangan atau apa saja sebagai cara melukiskan pengalaman di mana mereka tidak dapat menceritakan dengan kata-kata. Dengan mengobservasi anak saat bermain pasir, terapis mendapat informasi tentang pikiran, perasaan dan tingkah laku anak. Permainan pasir juga sering menyangkut simbol-simbol yang mempunyai arti khusus.

Sumber :
Gunarsa, Y. S. D. (2002). Asas-asas psikologi keluarga idaman. Jakarta: Gunung Mulia.
Razhiyah, K. A. (2008). Apa itu autisme?. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.
Seminum, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius.
Tedjasaputra, M.S. (2008). Bermain, main dan permainan. Jakarta: Grasindo.
Zellawati, Alice. (2011). Terapi bermain untuk mengatasi permasalahan pada anak. Majalah Ilmiah Informatika. Vol 2 (3).

Sabtu, 16 April 2016

Contoh Kasus Person Centered Therapy (Rogers)

Seseorang akan menghadapi persoalan jika diantara unsur-unsur dalam gambaran terhadap diri sendiri timbul konflik dan pertentangan, lebih-lebih antara siapa saya ini sebenarnya (real self) dan saya seharusnya menjadi orang yang bagaimana (ideal self). Berbagai pengalaman hidup menyadarkan orang akan keadaan dirinya yang tidak selaras itu, kalau keseluruhan pengalaman nyata itu sungguh diakui dan tidak di sangkal. Berikut ini ada contoh kasus yang biasa ditangani oleh pendekatan Person-centered. Misalnya, seorang mahasiswi mengira bahwa dia adalah seorang mahasiswi yang pintar dan tidak pernah menyontek, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar akan tingkah lakunya yang bertentangan dengan fikiran itu, karena ternyata dia berkali-kali mencoba menyontek dan jarang mengerjakan tugas-tugas kuliah. Padahal, seharusnya sebagai mahasiswa ia tidak boleh bertindak begitu. Pengalaman yang nyata ini menunjuk pada suatu pertentangan antara siapa saya ini sebenarnya dan seharusnya menjadi orang yang bagaimana. Bilamana mahasiswi mulai menyadari kesenjangan dan mengakui pertentangan itu, dia menghadapi keadaan dirinya sebagaimana adanya. Kesadaran yang masih samar-samar akan kesenjangan itu menggejala dalam perasaan kurang tenang dan cemas serta dalam evaluasi diri sebagai orang yang tidak pantas (worthless). Mahasiswi ini siap untuk menerima layanan konseling dan menjalani proses konseling untuk menutup jurang pemisah antara dua kutub di dalam dirinya sendiri, serta akhirnya menemukan dirinya kembali sebagai orang yang pantas (person of worth).

Terapi Humanistik Eksistensialis

·         Terapi Humanistik Eksistensialis

      1.      Konsep dasar pandangan humanistik eksistensi tentang perilaku/kepribadian.

Terapi-terapi psikodinamik, cenderung memusatkan perhatian pada proses- proses tak sadar, seperti konflik-konflik yang terletak di luar kesadaran. Sebaliknya, terapi-terapi humanistik eksistensial memusatkan perhatian pada pengalaman- pengalaman sadar. Terapi-terapi humanistik eksistensial juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada masa sekarang dan bukan pada masa lampau. Tetapi ada juga kesamaan – kesamaan antara terapi- terapi psiko psikodinamik dab terapi-terapi humanidtik-estensial, yakni kedua-duanya mebekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan kesadaran diri pasien

       2.      Unsur-unsur terapi

A.    Tujuan-tujuan terapi Humanistik-Eksistensial terdapat tiga karakterisitik dari keberadaan otentik:
a.       menyadari sepenuhnya keadaan sekarang
b.      memilih bagaimana hidup pada saat sekarang
c.       memikul tangung jawab untuk memilih.

Pada dasarnya tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan tanggung jawab atas arah hidupnya. Penerimaan tanggung jawab itu bukan suatu hal yang mudah, banyak orang yang takut akan beratnya bertanggung jawab atas menjadi apa dia sekarang dan akan menjadi apa dia selanjutnya. Terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik di luar dirinya.

B.     Fungsi dan peran terapis
Menurut Buhler dan Allen (1972), para ahli psikologi humanisik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
a.       mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
b.      menyadari peran dari tanggung jawab terapis
c.       mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik
d.      berorientasi pada pertumbuhan
e.       menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
f.       mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
g.      memandang terapis sebagai model dalam arti bahwa terapi dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif
h. mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
i.   bekerja ke arah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

      3.      Teknik-teknik terapi

Teori eksistensial-hunianistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa diambil dari beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yang berasal dari teori Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for “Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial yang berlandaskan model psikoanalitik. Yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai padapemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh darisituasi masa lalu (May &Yalom, 1989).
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik,yaitu:
a.       Penerimaan
b.      Rasa hormat
c.       Memahami
d.      Menentramkan
e.       Memberi dorongan
f.       Pertanyaan terbatas
g.      Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
h.      Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
i.        Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna

·         Person Centered Therapy (Rogers)  

      1.      Konsep dasar pandangan Carl Rogers tentang perilaku/kepribadian

Terapi ini disebut juga client-centered therapy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi nondirektif. Teknik ini pasa awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima secara luas. Tetapi, tekbik jni dipakai secara lebih terbatas pada terapi mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar yang mendoring mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers, gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri.

      2.      Unsur-unsur terapi

a.       Self-concept (konsep diri) mengenai konsepsi seseorang tentang dirinya
b.      Ideal-self (diri ideal) mengenai self-concept yang ingin dimiliki seseorang (seseorang ingin menjadi apa?)
c.       Ketidakselarasan (incongruence) antara diri dan pengalaman, yaitu sesuatu celah yang ada antara self-concept seseorang dan apa yang dialaminya.
d.      Ketidakmampuan menyesuaikan diri secara psikologis, hal ini terjadi bila seseorang menyangkal atau mendistorsikan pengalaman-pengalamannya yang penting.
e.       Keselarasan antara diri dan pengalaman, yaitu konsep seseorang tentang dirinya sendiri sesuai dengan apa yang dialaminya
f.       Kebutuhan akan penghargaan positif (need for positive regard), yaitu kebutuhan untuk dihargai dan dihormati orang lain
g.      Kebutuhan akan harga diri (need for self regard), yaitu kebutuhan untuk menghargai diri sendiri

      3.      Teknik-teknik terapi

Teori belakangan ini tidak berbicara mengenai teknik-teknik nondirektif yang sering dibicarakan dalam literatur terdahulu. Dalam menemukan cara-cara untuk melaksanakan orientasi dasar terapis terhadap pasien, tulisan-tulisan awal menekankan teknik-teknik, seperti menyusun wawancara, diam, menerima dan merefleksikan perasaan-perasaan serta tidak mengadakan respons terhadap isi intelektual. Teknik-teknik terapi lama-kelamaan kurang menekankan sikap-sikap yang memudahkan hubungan pribadi. Beberapa terapis dengan pemahaman yang dangkal terhadap terapi client-centered tidak memahami perubahan penekanan ini. Sering kali mereka menggunakan apa yang disebut teknik-teknik nondirektif untuk menggunakan sikap-sikap yang sangat berbeda dari apa yang dianjurkan oleh teori. Tentu saja terapis person-centered masih menggunakan beberapa teknik (refleksi perasaan-perasaan yang dialami pasien), tetapi dia tidak merasa terikat oleh teknik-teknik tersebut dan dia juga tidak menggunakan teknik-teknik tersebut secara terencana dan hati-hati pada waktu melaksanakan wawancara. Rumusan-rumusan yang lebih awal dari pandangan Rogers tentang psikoterapi memberi penekanan yang lebih besar pada teknik-teknik. Kemudian karena pendekatan person-centered berkembang, maka terjadi peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik ke penekanan pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, sikap-sikap terapis, serta pada hubungan terapeutik. Hubungan terapeutik selanjutnya menjadi variabel yang sangat penting, dan hubungan terapeutik ini tidak identik dengan apa yang dikatakan atau dilakukaan terapis.

·         Logoterapi (Frankl)

      1.      Konsep dasar pandangan Frankl tentang perilaku kepribadian

Logoterapi adalah sebuah teori yang berorientasi untuk menemukan arti, suatu arti dalan dan bagi eksistensi manusia. Disini yang penting adalah menerima tanggung jawab dan berusaha menemukan arti/nilai di balik kehidupan

      2.      Unsur-unsur terapi

a.       Freedom of Will (bebas dari kemauan). Kebebasan yang dimaksud ini adalah suatu kebebasan untuk tetap berdiri/tegak apapun kondisi yang dialami manusia. Bebas dari kemauan bukan berarti bebas dari kondisi-kondisi biologis, fisik, sosiologis dan psikologis. Tapi lebih merupakan bebas untuk mengambil sikap bukan hanya m
b.      Will to meaning, yaitu suatu kemauan untuk menemukan arti hidupnya. Will to meaning ini suatu dorongan kemauan dasar yang berjuang untuk mencapai arti hidup yang lebih tinggi untuk eksis di dunia ini.
c.       The meaning of life yaitu arti hidup bagi seorang manusia. Arti hidup yang diartikan disini adalah arti hidup yang bukan untuk dipertanyakan, tetapi untum direspons, karena kita semua bertanggung jawab untuk suatu hidup. Respons yang diberikan bukan dalam bentuk kata-kata tapi dalam bentuk tindakan, dengan melakukannya

      3.      Teknik-teknik terapi

Frankl dengan logoterapinya tidak hanya menyumbang teori, tetapi juga teknik-teknik terapi yang khusus kepada dunia psikoterapi. Teknik-teknik logoterapi yang terkenal adalah intensi paradoksikal, derefleksi dan bimbingan rohani.
intensi paradoksikal yaitu tingkah laku individu tidak hanya diubah tetapi juga mengacu pada kapasitas individu untuk melepaskan dirinya dari dunia dan dari dirinya sendiri
Derefleksi yaitu pasien tidak hanya dianjurkan untuk mengabaikan simtom-simtom yang dialaminya tetapi juga dianjurkan supaya mengarahkan kesadaran atau perhatiannya pada aspek-aspek yang positif.
Bimbingan rohani yaitu teknik terapi yang secara khusus digunakan untuk menangani kasus dimana individu tidak mampu lagi berbuat sesuati selain hanya menghadapi kesulitan atau penderitaan yang dialaminya. Dalam menghadapi kesulitan atau penderitaan, individu akan menemukan makna dengan merealisasikan nilai bersikap



Sumber :
Semiun, Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius

Naisaban, Ladislaus. (2004). Para psikolog terkemuka dunia: riwayat hidup, pokok pikiran &                     karya. Jakarta: Grasindo.