Seseorang akan menghadapi persoalan jika diantara
unsur-unsur dalam gambaran terhadap diri sendiri timbul konflik dan
pertentangan, lebih-lebih antara siapa saya ini sebenarnya (real self) dan saya
seharusnya menjadi orang yang bagaimana (ideal self). Berbagai pengalaman hidup
menyadarkan orang akan keadaan dirinya yang tidak selaras itu, kalau
keseluruhan pengalaman nyata itu sungguh diakui dan tidak di sangkal. Berikut
ini ada contoh kasus yang biasa ditangani oleh pendekatan Person-centered.
Misalnya, seorang mahasiswi mengira bahwa dia adalah seorang mahasiswi yang
pintar dan tidak pernah menyontek, tetapi pada suatu saat dia mulai sadar akan
tingkah lakunya yang bertentangan dengan fikiran itu, karena ternyata dia
berkali-kali mencoba menyontek dan jarang mengerjakan tugas-tugas kuliah.
Padahal, seharusnya sebagai mahasiswa ia tidak boleh bertindak begitu.
Pengalaman yang nyata ini menunjuk pada suatu pertentangan antara siapa saya
ini sebenarnya dan seharusnya menjadi orang yang bagaimana. Bilamana mahasiswi
mulai menyadari kesenjangan dan mengakui pertentangan itu, dia menghadapi
keadaan dirinya sebagaimana adanya. Kesadaran yang masih samar-samar akan
kesenjangan itu menggejala dalam perasaan kurang tenang dan cemas serta dalam
evaluasi diri sebagai orang yang tidak pantas (worthless). Mahasiswi ini siap
untuk menerima layanan konseling dan menjalani proses konseling untuk menutup
jurang pemisah antara dua kutub di dalam dirinya sendiri, serta akhirnya
menemukan dirinya kembali sebagai orang yang pantas (person of worth).
Sabtu, 16 April 2016
Terapi Humanistik Eksistensialis
·
Terapi Humanistik Eksistensialis
1. Konsep
dasar pandangan humanistik eksistensi tentang perilaku/kepribadian.
Terapi-terapi psikodinamik, cenderung
memusatkan perhatian pada proses- proses tak sadar, seperti konflik-konflik
yang terletak di luar kesadaran. Sebaliknya, terapi-terapi humanistik eksistensial
memusatkan perhatian pada pengalaman- pengalaman sadar. Terapi-terapi humanistik
eksistensial juga lebih memusatkan perhatian pada apa yang dialami pasien pada
masa sekarang dan bukan pada masa lampau. Tetapi ada juga kesamaan – kesamaan antara
terapi- terapi psiko psikodinamik dab terapi-terapi humanidtik-estensial, yakni
kedua-duanya mebekankan bahwa peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman
masa lampau dapat mempengaruhi tingkah laku dan perasaan-perasaan individu
sekarang, dan kedua-duanya juga berusaha memperluas pemahaman diri dan
kesadaran diri pasien
2. Unsur-unsur
terapi
A. Tujuan-tujuan terapi
Humanistik-Eksistensial terdapat tiga karakterisitik dari keberadaan otentik:
a.
menyadari
sepenuhnya keadaan sekarang
b.
memilih
bagaimana hidup pada saat sekarang
c.
memikul
tangung jawab untuk memilih.
Pada dasarnya tujuan terapi eksistensial adalah meluaskan
kesadaran diri klien, dan karenanya meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni
menjadi bebas dan tanggung jawab atas arah hidupnya. Penerimaan tanggung jawab
itu bukan suatu hal yang mudah, banyak orang yang takut akan beratnya
bertanggung jawab atas menjadi apa dia sekarang dan akan menjadi apa dia
selanjutnya. Terapi eksistensial juga bertujuan membantu klien agar mampu
menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri, dan menerima
kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan
deterministik di luar dirinya.
B.
Fungsi dan peran terapis
Menurut Buhler dan Allen (1972),
para ahli psikologi humanisik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal
berikut:
a.
mengakui pentingnya pendekatan dari
pribadi ke pribadi
b.
menyadari peran dari tanggung jawab
terapis
c.
mengakui sifat timbal balik dari
hubungan terapeutik
d.
berorientasi pada pertumbuhan
e.
menekankan keharusan terapis terlibat
dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh
f.
mengakui bahwa putusan-putusan dan
pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
g.
memandang terapis sebagai model dalam
arti bahwa terapi dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia
bisa secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan
positif
h. mengakui kebebasan klien untuk
mengungkapkan pandangan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri
i. bekerja ke arah mengurangi
kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
3. Teknik-teknik
terapi
Teori eksistensial-hunianistik
tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur
konseling bisa diambil dari beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode
yang berasal dari teori Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan,
dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam
teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for “Authenticity (1965) dari
Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan
prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial yang berlandaskan model
psikoanalitik. Yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah
memahami dunia subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai
padapemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien
pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh darisituasi masa
lalu (May &Yalom, 1989).
Teknik-teknik yang digunakan dalam
konseling eksistensial-humanistik,yaitu:
a.
Penerimaan
b.
Rasa hormat
c.
Memahami
d.
Menentramkan
e.
Memberi dorongan
f.
Pertanyaan terbatas
g.
Memantulkan pernyataan dan perasaan
klien
h.
Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut
mersakan apa yang dirasakan klien
i.
Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang
bermakna
·
Person Centered Therapy (Rogers)
1. Konsep
dasar pandangan Carl Rogers tentang perilaku/kepribadian
Terapi ini disebut juga
client-centered therapy (terapi yang berpusat pada pasien) atau terapi
nondirektif. Teknik ini pasa awalnya dipakai oleh Carl Rogers (1902-1987) pada
tahun 1942. Sejak itu banyak prinsip Rogers yang dipakai dalam terapi diterima
secara luas. Tetapi, tekbik jni dipakai secara lebih terbatas pada terapi
mahasiswa dan orang-orang dewasa muda lain yang mengalami masalah-masalah
penyesuaian diri yang sederhana. Carl Rogers berpendapat bahwa orang-orang
memiliki kecenderungan dasar yang mendoring mereka ke arah pertumbuhan dan
pemenuhan diri. Dalam pandangan Rogers, gangguan-gangguan psikologis pada
umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu dalam perjalanan
menuju kepada aktualisasi diri.
2. Unsur-unsur
terapi
a.
Self-concept (konsep diri) mengenai konsepsi
seseorang tentang dirinya
b.
Ideal-self (diri ideal) mengenai
self-concept yang ingin dimiliki seseorang (seseorang ingin menjadi apa?)
c.
Ketidakselarasan (incongruence) antara
diri dan pengalaman, yaitu sesuatu celah yang ada antara self-concept seseorang
dan apa yang dialaminya.
d.
Ketidakmampuan menyesuaikan diri secara
psikologis, hal ini terjadi bila seseorang menyangkal atau mendistorsikan
pengalaman-pengalamannya yang penting.
e.
Keselarasan antara diri dan pengalaman, yaitu
konsep seseorang tentang dirinya sendiri sesuai dengan apa yang dialaminya
f.
Kebutuhan akan penghargaan positif (need
for positive regard), yaitu kebutuhan untuk dihargai dan dihormati orang lain
g.
Kebutuhan akan harga diri (need for self
regard), yaitu kebutuhan untuk menghargai diri sendiri
3. Teknik-teknik
terapi
Teori belakangan ini tidak
berbicara mengenai teknik-teknik nondirektif yang sering dibicarakan dalam
literatur terdahulu. Dalam menemukan cara-cara untuk melaksanakan orientasi
dasar terapis terhadap pasien, tulisan-tulisan awal menekankan teknik-teknik,
seperti menyusun wawancara, diam, menerima dan merefleksikan perasaan-perasaan
serta tidak mengadakan respons terhadap isi intelektual. Teknik-teknik terapi
lama-kelamaan kurang menekankan sikap-sikap yang memudahkan hubungan pribadi. Beberapa
terapis dengan pemahaman yang dangkal terhadap terapi client-centered tidak
memahami perubahan penekanan ini. Sering kali mereka menggunakan apa yang
disebut teknik-teknik nondirektif untuk menggunakan sikap-sikap yang sangat
berbeda dari apa yang dianjurkan oleh teori. Tentu saja terapis person-centered
masih menggunakan beberapa teknik (refleksi perasaan-perasaan yang dialami
pasien), tetapi dia tidak merasa terikat oleh teknik-teknik tersebut dan dia juga
tidak menggunakan teknik-teknik tersebut secara terencana dan hati-hati pada
waktu melaksanakan wawancara. Rumusan-rumusan yang lebih awal dari pandangan
Rogers tentang psikoterapi memberi penekanan yang lebih besar pada
teknik-teknik. Kemudian karena pendekatan person-centered berkembang, maka
terjadi peralihan dari penekanan pada teknik-teknik terapeutik ke penekanan
pada kepribadian, keyakinan-keyakinan, sikap-sikap terapis, serta pada hubungan
terapeutik. Hubungan terapeutik selanjutnya menjadi variabel yang sangat
penting, dan hubungan terapeutik ini tidak identik dengan apa yang dikatakan
atau dilakukaan terapis.
·
Logoterapi (Frankl)
1. Konsep
dasar pandangan Frankl tentang perilaku kepribadian
Logoterapi adalah sebuah teori yang
berorientasi untuk menemukan arti, suatu arti dalan dan bagi eksistensi
manusia. Disini yang penting adalah menerima tanggung jawab dan berusaha menemukan
arti/nilai di balik kehidupan
2. Unsur-unsur
terapi
a.
Freedom of Will (bebas dari kemauan).
Kebebasan yang dimaksud ini adalah suatu kebebasan untuk tetap berdiri/tegak
apapun kondisi yang dialami manusia. Bebas dari kemauan bukan berarti bebas
dari kondisi-kondisi biologis, fisik, sosiologis dan psikologis. Tapi lebih
merupakan bebas untuk mengambil sikap bukan hanya m
b.
Will to meaning, yaitu suatu kemauan
untuk menemukan arti hidupnya. Will to meaning ini suatu dorongan kemauan dasar
yang berjuang untuk mencapai arti hidup yang lebih tinggi untuk eksis di dunia ini.
c.
The meaning of life yaitu arti hidup
bagi seorang manusia. Arti hidup yang diartikan disini adalah arti hidup yang
bukan untuk dipertanyakan, tetapi untum direspons, karena kita semua
bertanggung jawab untuk suatu hidup. Respons yang diberikan bukan dalam bentuk
kata-kata tapi dalam bentuk tindakan, dengan melakukannya
3. Teknik-teknik
terapi
Frankl dengan logoterapinya tidak
hanya menyumbang teori, tetapi juga teknik-teknik terapi yang khusus kepada
dunia psikoterapi. Teknik-teknik logoterapi yang terkenal adalah intensi paradoksikal,
derefleksi dan bimbingan rohani.
intensi
paradoksikal yaitu tingkah laku individu tidak hanya
diubah tetapi juga mengacu pada kapasitas individu untuk melepaskan dirinya
dari dunia dan dari dirinya sendiri
Derefleksi
yaitu pasien tidak hanya dianjurkan untuk mengabaikan simtom-simtom yang
dialaminya tetapi juga dianjurkan supaya mengarahkan kesadaran atau
perhatiannya pada aspek-aspek yang positif.
Bimbingan
rohani yaitu teknik terapi yang secara khusus digunakan
untuk menangani kasus dimana individu tidak mampu lagi berbuat sesuati selain
hanya menghadapi kesulitan atau penderitaan yang dialaminya. Dalam menghadapi
kesulitan atau penderitaan, individu akan menemukan makna dengan merealisasikan
nilai bersikap
Sumber :
Sumber :
Semiun,
Yustinus. (2006). Kesehatan mental 3. Yogyakarta: Kanisius
Naisaban,
Ladislaus. (2004). Para psikolog terkemuka dunia: riwayat hidup, pokok pikiran
& karya. Jakarta: Grasindo.
Langganan:
Postingan (Atom)